Friday, November 4, 2011

Kubus Rubik sebagai alternatif stress ball

Jangan dikira puzzle yang satu ini sumber stress. Pada awal2 memainkannya memang banyak yang harus dibaca kemudian dihapalkan itu pun untuk menyelesaikannya masih perlu waktu paling tidak sekitar 3 menit. Apabila tidak ada target untuk mengejar waktu untuk kompetisi maka memainkannya dapat menimbulkan sensasi relaksasi sendiri. Ketika sedang mempelajari sebuah algoritma maka kita masih perlu menghapalkan sambil mempraktekannya pelan2 pada cube. Semakin sering kita lakukan maka hapalan ini akan berubah menjadi gerak reflek yang dapat dieksekusi tanpa perlu melihat.

Dulu ketika masih belum tahu yang namanya fingertrik, menyelesaikan cube dengan cara memegang seluruh layer menggunakan telapak tangan sehingga diperlukan banyak sekali gerakan tangan. Selain itu cube jaman dulu juga berat putarannya karena desain dasar center yang berbentuk kotak. Dengan mempelajari fingertrik dan berbekal cube yang agak bagus maka gerakan ini menjadi sangat minimal. Kalo saya demi menghormati pencipta Rubik's Cube maka menyarankan membeli yang merk Rubik's. Rubik ini pertama kali digunakan terasa sangat keras. Hampir mustahil menggunakannya untuk speed, tapi  cube ini awet karena porosnya anti kendor dan plastik yang keras. Semakin sering kita memainkannya maka waktu yang dibutuhkan akan semakin sedikit. Hal itu karena cube yang semakin aus dan longgar sehingga putarannya semakin lancar (dengan penggunaan terus menerus selama 1-2 bulan atau setara dengan 3000 kali solving). Juga karena dengan semakin lancarnya reflek jari2 maka kita bisa memperpendek waktu mengeksekusi algoritma. Waktu loading (untuk mencari piece dan memilih algoritma yang sesuai) juga semakin berkurang. Pada tingkatan tertentu bahkan hampir tanpa waktu loading karena dapat dilakukan sambil mengeksekusi sebuah algo. Menjadikan penyelesaian cube semakin cepat, dalam waktu 30 detikan bisa menjadi sangat mungkin, semakin bagus reflek dan teknik yang digunakan bisa kurang lagi hingga 20 detik.

Efek memainkan cube ini menurut saya hampir sama dengan seperti mengunyah permen karet. Mungkin tidak terasa manis dan pastinya masih dapat dilakkan di siang hari waktu bulan puasa. Dalam menyelesaikan kurang dari 1menit tidak diperlukan pemikiran yang mendalam. Kuncinya adalah reflek kecepatan jari dan mata, bahkan bila masih menimbang2 memikirkan maka waktu akan semakin bengkak. Dengan demikian saraf yang lain menjadi rileks bahkan apabila dilakukan terus menerus dalam waktu yang cukup lama maka akan menimbulkan efek lingkungan sekitar terasa lembam. Efeknya bisa jadi seperti orang ngebut tetapi saya yakin jauh lebih aman. Mengacak cube juga memberikan treatment relaksasi tersendiri. Sambil membaca atau melihat TV atau mendengarkan lagu, cube kita acak2 sehingga jari kita menjadi ikut lemas. Apabila kita memerlukan momen pengalihan sebentar maka kita bisa menyelesaikan cube setelah itu kita acak2 lagi. Tidak terasa mungkin dalam jangka waktu lama bisa menjadi kegiatan yang adiktif. Efeknya mungkin tidak seserius nikotin atau tar pada rokok atau kecanduan fisiologis seperti narkoba, tetapi perlu diwaspadai cedera akibat stres berulang / RSI (Repetitive Stress Injury) bahkan dalam dunia medis pernah mencatat yang namanya Rubik's Thumb dan Rubik's Wrist. Bisa jadi karena trauma tersebut harus berhenti cubing paling tidak 2 mingguan.

Setiap kegiatan pasti memiliki resiko, asalkan kita tahu bagaimana menyiasati maka lebih baik daripada diam melamun pikiran kemana2 dan fisik yang tidak mendapatkan paling tidak sedikit porsi latihan.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home