Thursday, December 29, 2011

Menghadapi OSN Biologi

Tuesday, December 20, 2011

Pengalaman migrasi ke Linux menuju ketenangan dalam berkomputasi

Setiap orang pasti punya cerita sendiri2 bagaimana proses migrasi setelah biasa menggunakan Windows ke Linux atau Sistem Operasi opensource lainnya. Pada waktu masih menggunakan Windows meskipun bukan golongan sangat ahli tapi boleh dikatakan cukup kompeten. Beberapa kali dimintai tolong untuk melakukan troubleshooting masalah2 di Windows, mulai virus, instalasi, cari driver sampai membantu mamahami cara meng-crack software2 berbayar. Dahulu software2 windows banyak saya dapatkan dalam CD baik itu dedicated CD atau dalam kompilasi bersama banyak software2. Hampir semuanya menyertakan metode crack tersendiri seperti patched file, keygen, illegal serial number sampai cara mengakali software license server. Untuk masalah kerentanan Windows terhadap virus dan ketidak berdayaan software anti virus menghadapi virus lokal, masih bisa diatasi menggunakan program DeepFreeze yang akan mengembalikan kondisi drive sistem ke kondisi semula apabila komputer direstart. Semua kebutuhan software boleh dikatakan sudah terpenuhi dan mapan karena sudah memenuhi untuk bekerja. Mungkin normalnya pada kondisi seperti berpindah sistem operasi adalah sangat sulit.

Pengalaman dengan Linux awalnya hanya sekedar coba2, saya tidak berharap banyak dari sistem operasi opensource beserta aplikasinya. Pada waktu masih menggunakan Windows 95 saya pernah mencoba yang namanya Storm Linux yang merupakan turunan Debian Linux (induk yang sama dengan Ubuntu Linux). Dari segi tampilan agak lain dari biasanya tampilan Windows dan aplikasi yang dikemas dalam 3 atau 4 CD menurut saya masih jauh dari aplikasi yang jalan di Windows dan menurut saya sekarang pun aplikasi opensource juga masih dalam proses mengejar aplikasi komersil. Pada waktu itu belum populer yang namanya internet, saya tidak mengerti banyak istilah baru dalam Linux. Bahkan saya tidak memahami hubungan antara Storm Linux dengan Debian Linux sebagai turunan dan induknya. Desakan tugas menyebabkan belajar Linux harus dikesampingkan.

Atmosfer IT kita memang tidak berpihak pada penggunaan FOSS bahkan ketika saya studi di Jepang IT di sana didominasi oleh software komersil, bedanya di sana sebagian besar software adalah legal. Harga unit PC dengan softwarenya hampir sama dengan Apple Mac sehingga masyarakat memiliki pilihan yang hampir berimbang. Berbeda dengan di Indonesia dengan kemudahan untuk mendapatkan software bajakan untuk PC sehingga Mac hanya seolah menjadi barang mewah dan pengguna jelata memakai PC dengan software bajakan. Beberapa teman memang ada yang sudah menggunakan Linux dan beberapa kali memprovokasi untuk ikut menggunakan. Tetapi dalam pandangan saya saat itu pengguna Linux adalah mereka yang nyentrik, geek dan sedikit anti kemapanan. Saat itu saya juga masih aktif bermain game dengan Windows dan game di Linux juga belum menjanjikan.

Pengalaman berikutnya menggunakan Linux bukan karena provokasi siapa pun. Kebetulan laptop yang saya beli menyertakan CD instalasi Linux Mandriva yang tidak tampak menarik untuk dicoba sehingga hanya disimpan sebagai kelengkapan paket laptop. Distro yang saya instal malah Ubuntu yang saat itu sudah menjadi distro paling populer dengan banyak forum diskusi bagi penggunanya. Dengan LiveCD saya dapat melihat bagaimana laptop saya menjalankan Ubuntu, waktu itu versi 8.04 Hardy Heron. Masalah langsung muncul, VGA saya tidak didukung sehingga resolusi tidak maksimal dan efek desktop tidak muncul. Sebenarnya saya sudah mulai menyukai sistem repository yang menurut saya praktis karena tinggal mencentang dan aplikasi terinstal secara otomatis. Penasaran dengan layar laptop saya akhirnya saya menginstal Mandriva bawaan beli laptop dan semuanya berjalan lancar. Waktu itu untuk testing suara saya memutar lagu I Just Wanna Say I Love You nya Potret menggunakan Amarok. Lagu itu sampai sekarang menjadi lagu yang bersejarah dalam proses migrasi ke Linux. Tampilan resolusi laptop sudah penuh tetapi tanpa efek desktop dan belum bisa menampilkan eye candy dengan sempurna, tetapi bagi saya hal tersebut masih bisa diterima. Waktu itu kawan saya menunjukkan distro Ubuntu di laptopnya beserta efek desktop, saya kira waktu itu Ubuntu lebih canggih sehingga sudah memiliki efek desktop. Saya ganti Mandriva dengan Ubuntu dan mencari cara bagaimana mendapatkan resolusi penuh di laptop saya. Di sinilah naluri hacking diasah. Saya mulai paham dengan kesamaan konfigurasi X di Ubuntu dan Mandriva, dengan menyalin xorg.conf milik mandriva ke Ubuntu saya dapatkan layar dengan resolusi penuh di laptop saya menggunakan Ubuntu. Saya tetap belum bisa mendapatkan efek desktop dan baru sadar setelah baca bahwa laptop saya menggunakan chip S3Chrome yang tidak didukung penuh dalam dunia opensource. Proyek yang ada saat itu adalah Openchrome yang hanya mendukung akselerasi 2D dan itu pun belum dapat saya aplikasikan pada laptop saya.

Saya sudah mulai merasa nyaman menggunakan Ubuntu Linux bahkan sudah menemukan cara memperindah tampilan menggunakan hardware dengan dukungan terbatas. Berikutnya adalah mencari cara untuk mengurangi booting ke dalam Windows karena saya masih menggunakan beberapa program yang hanya berjalan under Windows termasuk untuk mapping yang merupakan aktivitas penting dalam pekerjaan saya. Dalam hal ini internet memang memegang peranan penting, karena saya dapat mencari solusi dari banyak sumber. Wine sebagai sasaran pertama emulasi Windows di Ubuntu ternyata kurang memuaskan. Beberapa aplikasi sederhana memang berjalan tetapi program pemetaan yang paling penting tidak bisa berjalan, bahkan diinstal saja tidak bisa. Kemudian saya menemukan VirtualBox yang merupakan virtual machine yang dapat berjalan under Linux dan didalamnya dapat dipasang Windows secara native sehingga program pemetaan saya dapat berjalan lancar. Dari langkah ini saya sudah bisa menekan frequensi booting dalam Windows ke hampir nol. Saya menggunakan Windows hanya untuk game yang tidak dapat berjalan dalam VirtualBox. Setelah saya berhenti bermain game maka partisi Windows sudah tidak pernah digunakan.

Semakin lama saya menggunakan Ubuntu ditambah lagi saya membeli laptop yang 90% lebih fully supported, saya mulai mencari cara untuk bisa meminimalkan penggunaan Windows. Meskipun Windows dalam VirtualBox sudah sangat jarang saya gunakan tetapi tetap belum bisa dihilangkan karena lingkungan pekerjaan yang sangat kuat menggunakan format propietary. Sebenarnya ini bertentangan dengan profesi pengajaran yang seharusnya membuka luas peluang untuk mempelajari tools dengan bebas. Membuka luas sumberdaya berarti melanggar lisensi yang hanya berlaku bagi sedikit orang pengguna. Halangan paling besar adalah mengganti program pemetaan yang biasa saya gunakan dengan versi FOSS nya. Artinya saya harus belajar lagi dari awal dengan segala kekurangan program FOSS. Hal yang membuat saya kagum adalah perkembangan IT dan FOSS yang sangat cepat akhir2 ini membuat saya lebih mudah menemukan apa yang saya perlukan dalam proses belajar komputasi. Hubungan saya dengan software propietary semakin minimal dan itu saya nilai sekarang karena tempat kerja yang masih menggunakan software berlisensi yang sudah terlanjur dibeli dalam skala corporate sehingga sudah memakan banyak biaya, masak tidak dipakai. Saya tahu yang terpasang dalam komputer saya masih versi ilegal tetapi itu dengan dua alasan kuat: dua kali saya membeli laptop dibundel dengan windows yang juga harus saya bayar + harga laptop dan institusi menyatakan telah membeli lisensi secara korporate sehingga seluruh komponen institusi dapat menggunakan secara legal. Dua hal tersebut yang menurut saya bisa dijadikan dasar untuk menjaga hubungan dengan produk MS. Selebihnya saya bergantung pada FOSS dan saya lebih tenang setelah kurang lebih 19 tahun dalam menggunakan komputer.
Zombie di desktop Anda tidak mengurangi ketenangan menggunakan komputer Anda karena berkurangnya zombie dalam sistem.

Monday, December 12, 2011

Perbedaan budaya install program di Windows dan Linux

Salah satu hal yang membuat pusing saat migrasi dari Windows ke sistem Linux adalah proses instalasi program aplikasi.

Instalasi pada Windows dikatakan yang paling mudah karena pengguna hanya perlu melakukan dobel klik kemudian next next dan proses instalasi berjalan sampai selesai. Ada beberapa sumber instalasi program di windows. Untuk program besar dan kompleks instalasi dikemas dalam CD atau DVD dengan file .exe sebagai program instalasi dan beberapa file arsip seperti file .cab yang berisi komponen yang harus dipasang. Selain file .exe ada file .msi yang bisa dieksekusi langsung oleh program MSInstaller yang biasanya telah terpasang di instalasi Windows. Atau file .msi ini dibuka oleh file .exe yang merupakan pintu untuk menginstall program, biasanya pengguna disuguhi menu dengan tampilan yang bagus. Pada program2 dengan ukuran kecil bisa dikemas dalam satu file .exe sehingga praktis dan portable. Untuk mendapatkan file instalasi ini bisa dari internet dari situs program yang bersangkutan atau dari file server. Sedangkan dalam bentuk CD/DVD harus kita beli dari toko software atau menggunakan file CD/DVD image yang juga bisa kita dapatkan dari internet. Dengan berbagai macam bentuknya instalasi pada Windows tidak lebih dari dobel klik dan mengisi beberapa form dan proses intalasi mulai.

Pada Linux proses instalasi bisa dalam bentuk yang lebih beraneka macam. Pada dasarnya Linux mewarisi sistem sumber program instalasi menggunakan port seperti pada UNIX yaitu file program yang siap instal dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan kriteria tertentu.
Sistem Repository - Dalam setiap distribusi Linux disertakan software instalasi yang mengenali alamat sumber dan sistem pengelompokan khusus untuk distribusinya sehingga pengguna dapat memilih kemudian instalasi dapat berlangsung. Sistem pengelompokan ini umumnya dinamakan sebagai repository. Repository ini bisa jadi sangat lengkap dan besar seperti pada distribusi Debian atau hanya berisi program2 esensial terutama kompiler dan kode sumber pendukung distribusi. Apabila kita menggunakan distribusi dengan repository yang lengkap maka proses instalasi hanya tinggal memilih dan berikutnya instalasi otomatis berjalan. Distribusi tertentu memiliki tambahan repository yang dinamakan sebagai Personal Package Archive yang memberikan tambahan program yang dapat diinstal. Beberapa PPA memberikan versi program yang lebih baru daripada yang disediakan oleh repository resmi. Pemasangan PPA ini mungkin sudah mulai agak rumit karena ada beberapa tambahan langkah yang harus dilakukan.
Instalasi Kode Sumber - Distribusi dengan repository yang lebih kecil mengharapkan pengguna melakukan instalasi dari kode sumber yang biasanya disediakan oleh situs yang berkaitan. Kode sumber ini memiliki susunan baku yang ditujukan untuk sistem Linux secara umum. Kode sumber ini tidak dapat langsung digunakan, terlebih dahulu harus melalui proses kompilasi dan linking dengan library sistem Linux yang kita gunakan. File binary hasil kompilasi ini akan ditempatkan dalam sistem Linux kita sehingga dapat kita gunakan. Dari segi kerumitan proses instalasi ini lebih tinggi lagi walaupun di situ kekuatan sistem FOSS karena kita bisa melihat kode sumber program sebelum kita gunakan. Untuk updating program dari kode sumber kita perlu untuk mendownload patch yang sesuai untuk mengubah kode sumber yang lama kemudian melakukan kompilasi dan linking ulang kemudian memasang kembali ke dalam sistem dan biasanya akan mengganti file binary yang lama dengan yang baru. Proses update kode sumber ini sekarang menjadi lebih praktis dengan adanya sistem yang dinamakan sebagai git clone yang akan mendownload patch yang disediakan dari server git untuk kemudian kita kompilasi.
Instalasi dengan installer - Instalasi dalam Linux dapat juga dilakukan seperti pada Windows dengan file instalasi tunggal, dengan jendela wizard dan kita tinggal melakukan klik next next dan proses instalasi berlangsung secara otomatis. Walaupun terkesan mudah cara ini agak kurang praktis karena proses update harus dilakukan manual dengan cara download paket yang biasanya berukuran besar dibandingkan download komponen atau patch yang ukurannya kecil dan melakukan instalasi dari awal.

Instalasi dalam Linux jarang sekali disertai permintaan untuk restart ulang sehingga tidak mengganggu pekerjaan yang sedang dilakukan dan cocok untuk server yang sebisa mungkin tetap menyala. Menurut pengalaman, proses seting untuk instalasi program di Linux di awal2 memang rumit. Rumit di awal tetapi semakin mapan seiring waktu pemakaian kita. Proses seting ini semakin jarang kita lakukan, karena kita tinggal melakukan update secara sederhana bahkan otomatis secara reguler. Kerumitan ini mungkin akan berulang apabila kita memutuskan untuk upgrade sistem secara keseluruhan tetapi dengan strategi awal yang bagus, proses upgrade menjadi lebih sederhana.

Saturday, December 10, 2011

Software Bauble untuk pengelolaan database sumberdaya hayati.

Untuk Ubuntu 11.10 saya menggunakan Bauble (http://bauble.belizebotanic.org/) dari PPA ppa:bauble/ppa karena program Bauble dari repository masih menggunakan versi 0.9 dan tidak bisa digunakan sepertinya ada file pendukung yang kurang sdangkan dari PPA sudah menggunakan versi 1.0. Program bauble mendukung sistem database SQLite dan PostgreSQL. PostgreSQL ini juga digunakan untuk menyimpana database spasial sehingga dengan adanya LAPPStack (Linux-Apache-PostgreSQL-PHP) akan semakin memperluas kegunaan PostgreSQL sampai tingkat publikasi melalui web.
Dialog koneksi saat menghubungkan ke database Postgres 
Jendela utama dengan hasil pencarian

Pada saat pembuatan sebuah database baru, secara otomatis data akan diisi banyak nama2 taksa tumbuhan. Kita dapat menambahkan taksa baru sesuai dengan keperluan kita, misal spesies disertai dengan keterangan yang menyertai spesies tersebut.

Backend database yang saya gunakan adalah PostgreSQL 9.1. Untuk dapat mengakses PostgreSQL, Bauble memerlukan python-psycopg2 yang bukan merupakan depedensi sehingga harus diinstall secara manual.

Friday, December 9, 2011

Memasang Postgis di LAPPStack BitNami (kisah ngoprek yang belum selesai....)

Pertama kali membaca, kemudian mendownload dan memasang BitNami LAPPStack, sepertinya belum pernah menemui instalasi Web stack semudah ini. Untuk pemula termasuk saya, dengan instalasi bisa dilakukan di dalam /home akan mempermudah bagi yang ingin belajar. Dengan bisa diinstall dalam /home dengan leluasa maka tidak perlu repot dengan password admin.  Proses instalasi akan dipandu oleh wizard untuk menentukan lokasi instalasi, nama user admin dan password admin. Proses instalasi yang mudah ini sayangnya kurang didukung oleh informasi untuk melengkapi stack dengan tambahan seperti Postgis bagi sistem database PostgreSQL dalam LAPPStack.

Untuk memasang Postgis maka kita perlu mengetahui instalasi library PostgreSQL LAPPStack kita dipasang. Apabila kita menentukan lokasi instalasi di /home/user/bin/lappstack-x.x.x-x maka lokasi library PostgreSQL kita di /home/user/bin/lappstack-x.x.x-x/postgresql/lib. Lokasi ini bisa dilihat menggunakan perintah pg_config. Untuk menjalankan perintah melalui terminal, terlebih dahulu kita harus menggunakan shell dengan konfigurasi khusus bawaan dari LAPPStack BitNami, apabila kita menggunakan shell bawaan OS maka biasanya library akan dinyatakan berada di /usr/lib. Kita bisa memasang PostGIS bawaan OS ke dalam PostgreSQL LAPPStack. Hanya saja permasalahannya PostgreSQL dari LAPPStack tidak mengenali instalasi Postgis dan berusaha mencari library Postgis-1.5.so di /home/usr/bin/lappstack-x.x.x-x/postgresql/lib. Kita bisa mengakali konfigurasi dengan membuat softlink Postgis-1.5.so dalam lib dari LAPPStack dengan perintah ln -s /usr/lib/postgresql/9.1/lib/postgis-1.5.so /home/user/bin/lappstack-x.x.x-x/postgresql/lib. Setelah proses ini maka kita mengimpor fungsi2 Postgis dari postgis.sql dan spatial_ref_sys.sql melalui perintah seperti biasa.
psql -U user -d postgisdbase -f /usr/share/postgresql/9.1/contrib/postgis-1.5/postgis.sql dan
psql -U user -d postgisdbase -f /usr/share/postgresql/9.1/contrib/postgis-1.5/spatial_ref_sys.sql.

Sekarang permasalahannya adalah ada satu file dari Postgis yang tidak dapat dipasang yaitu postgis_comments.sql dan PostgreSQL masih belum bisa digunakan untuk menyimpan data sapasial paling tidak dengan menggunakan plugin SPIT dalam QuantumGIS.

....bersambung kalau ada perkembangan.

Monday, December 5, 2011

Ubuntu + SpeedUp3G CDMA Modem + wvdial

Sekarang giliran adik yang beli modem CDMA SpeedUp3G dengan teknologi Quallcom. Modem ini tidak menyediakan driver untuk Linux seperti HuaWei tetapi modem HuaWei bisa langsung dideteksi dan digunakan. Untuk pertama sempat bingung dan hampir nyerah dengan modem ini. Tetapi semangat ngoprek tidak boleh padam kalo menggunakan OS Linux, harus pantang menyerah sampai angka biner terakhir. Ubuntu Linux itu sakti kalo yang punya juga sakti he he he.... Dari googling sana sini akhirnya nemu yang namanya paket wvdial yang bisa diinstall menggunakan synaptic ubuntu. Atau :

sudo apt-get install wvdial

setelah modem ditancapkan maka perlu melakukan perintah dmesg untuk melihat apakah modem terdeteksi sebagai salah satu device dalam system.

dmesg | grep USB

setelah itu melakukan konfigurasi modem menggunakan wvdialconf :

sudo wvdialconf

yang akan menuliskan hasil konfigurasi ke dalam file /etc/wvdial.conf. Isi /etc/wvdial.conf mungkin perlu diotak-atik sedikit dengan line-line seperti berikut :

[Dialer ]
Init1 = ATZ
Init2 = ATQ0 V1 E1 S0=0 &C1 &D2 +FCLASS=0 #menyesuaikan hasil deteksi wvdialconf
Modem Type = Analog Modem
ISDN = 0
New PPPD = yes
Phone = #menyesuaikan dari provider
Modem = /dev/ttyUSB0 #menyesuaikan hasil deteksi wvdialconf
Username = #username dari provider
Password = #password dari provider
Baud = 460800
Stupid Mode = yes

perlu juga mengedit file /etc/ppp/pap-secrets dan /etc/ppp/chap-secrets dengan menambahkan line berikut:

username * password *

jarak menggunakan tab bukan space, setelah disimpan maka wvdial dapat dipanggil

kalau saya memanggil melalui sudo supaya file-file konfigurasi dapat diubah.

wvdial

dan kita akan mendapatkan ip address dan internet CDMA dapat digunakan tanpa perlu driver dari penyedia layanan.

Instalasi usb flash modem Huawei yang guampang banget.

Kebetulan ada yang memakai Flash Modem ini untuk berlangganan koneksi internet 3G.

1. Tancapkan usb flash modem
2. Tunggu sampai nyala lampu indikator stabil dan muncul dialog seting lokasi
3. Pilih lokasi dan operator
4. Lakukan seting koneksi network : Klik kanan network connection applet dan pilih edit connection -> Pilih tab Mobile broadband dan edit parameter item operator yg ada di situ. saat ada pertanyaan allow access keyring, saya memilih always. Selesai seting tutup dialog.
5. Klik kiri network connection applet dan pilih operator yang terdaftar, biasanya akan muncul kalo ada flash modem yang terdeteksi.
6. Klik pilihan operator yang tersedia dan tunggu koneksi tersambung. Mungkin akan ditanyai juga no. PIN.
7. Setelah terkoneksi kita bisa mengakses internet.